Motivasi, Artikel, dan Segala opini tentang saya
Kita mengetahui tentang bencana ini, bahwasanya bencana ini menghantam daerah mentawai sumatera barat. Kita patut berbela sungkawa atas kejadian ini. Banyak yang terenggut nyawa karena tsunami ini. Bahkan hingga mengundang pendapat Marzukie Ali, ketua umum DPR dari fraksi partai demokrat. Namun yang agak disayangkan adalah perkataannya mengenai kesiapsiagaan nya atas daerah yang akan terjadi bencana.Layaknya lagu dangdut, Percuma saja berlayar, kalau kau takut gelombang, percuma saja bercinta, kalau kau takut sengsara. Merupakan kata-kata yang menohok, namun ada benarnya. Disamping karena kita memang benar apa yang dikatakan Marzukie Ali mengenai pernyataannya, tetapi agak pahit juga rasanya. Namun kita perlu menelusuri juga faktor-faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya bencana itu sendiri, berikut mekanisme kerja atau persiapan menghadapi bencana, dalam kasus ini Mentawai, apabila ingin mengkaitkan pernyataan Marzuki AlieBanyak faktor yang terjadi apabila kita ingin mengkaitkan seperti kesalahan manusia yang mungkin. Naifnya persiapan menuju bencana. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya seismograf yang terpasang di BMG seharusnya bisa mencatat dan meramal adanya bencana, gempa maupun pergeseran lempeng. Tetapi fakta yang terjadi, berhubungan dengan persiapan pra-bencana (yakni sebelum bencana terjadi) seringkali tidak konsisten dalam mencatat terjadinya berita. Ini bisa disebabkan kekurangsigapan alatnya itu sendiri dan juga maupun faktor SDM Indonesia itu sendiri. Agaknya itu perlu dijadikan cermin bagi para seismographer dalam menganalisis terjadinya bencana di seluruh Indonesia, termasuk di mentawai itu sendiri.Kita juga bersyukur ketika kita mendengar berita bahwasanya Mentawai diberikan dana khusus 2.6 T untuk kepentingan pembangunan Mentawai dari Dinas maupun Bupati Sumatera Barat. Walaupun begitu, kita juga perlu melihat kinerja dari pemerintah, jangan sampai terjadi uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan kemanusiaan harus digunakan untuk nepotisme korporat tertentu. Merupakan tugas dari Presiden dan Menteri. Bila perlu, wakil KPK maupun ICW perlu diterjunkan untuk mengawasi jalannya uang tersebut baik itu secara structural maupun secara fungsional.Namun bila kita runut jauh sebelum permasalahan keterlambatan bencana mentawai yang disinyalir terlambat hingga 10 jam itu, kita perlu mengulas masalah dana anggaran cadangan yang dianggarkan oleh pemerintah kepada suatu instansi, termasuk kepada badan penyelenggara pemngumuman seismograf tadi (BSNP) . Kalau kita urut, sumber dari metro tv menyebutkan bahwasanya dana dari BSNP ini hanya 222 milyar yang dianggarkan, jauh dari anggaran yang di hibahkan kepada DPR senilai 1.2 T. Agaknya patut dipertanyakan mengenai masalah rendahnya jatah keuangan yang masuk untuk BSNP itu sendiri.Selain itu kita perlu berfikir dua kali mengenai adanya jatah yang sangat kontras antara DPR dengan BSNP sendiri mengenai anggaran yang dianggarkan. Mengapa? Karena kita melihat anggaran itu, merupakan cerminan dari hasil kinerja dan seberapa 'panjang' tangan-tangan yang bisa terjangkau maupun seberapa canggih kah teknologi yang digunakan.Selain itu, perlu di buatnya sebaran yang merata SAR untuk setiap daerah dimaksudkan membuat terjadinya antisipasi bencana lebih responsive. Kecuali apabila ada bencana tertentu yang merenggut banyak nyawa, perlu dipusatkan SAR yang lebih banyak pada daerah itu. Sehingga hasil yang digunakan dalam menyelidiki, mengevakuasi, tanggap bencana lebih sigap untuk dihadapi. Namun, adakalanya pihak SAR sendiri juga kurang konsisten terhadap semua korban yang ada. Ini terlihat dari faktor manusia dan faktor bahaya yang terjadi dari sisi penyelamatan korban itu sendiri.Apabila kita melihat dari sisi PMI itu sendiri, yang diketuai oleh mantan wapres Jusuf Kalla, agaknya mulai terlihat gerak-gerik dan kemajuan PMI Indonesia itu sendiri. Apabila kita menggunakan PMI sebagai kuda troya dalam bidak catur, agaknya peran ini sangat penting sekali mengingat perannya dalam persiapan pasca-bencana sangat aktif dibutuhkan, mulai bekerja sama dengan tim SAR, menyiapkan pakaian yang tidak terpakai, hingga revitalisasi rumah penduduk pasca-bencana.Namun kita juga jangan melupakan banyaknya alat detektor tsunami yang merupakan sumbangan dari jepang, dikuliti oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab hingga tidak berfungsi sampai sekarang. Diperlukan pihak sigap dari aparat keamanan laut untuk mendeteksi adanya pencurian besi yang dijual ke pihak-pihak tertentu dengan nilai jual ratusan hingga milyaran rupiah itu. Karena pencurian maupun pengrusakan barang seperti itu, bisa mengurangi atau bahkan menggagalkan upaya antisipatif pra-bencana yang digembar-gemborkan pemerintah.Berkaitan dengan kata-kata Marzuki Alie mengenai siap tidaknya para penduduk daerah kepulauan, sebenarnya ada benarnya juga bila kita menurut lapangan, tentang fakta yang terjadi saat ini. Mungkin bisa terlihat dari kekurangsigapan dari pra-bencana itu sendiri, dalam artian mungkin memang fasilitas di Indonesia yang menengarai bencana ini kurang maksimal hingga akhirnya berbuntut dari kurangsigapan hingga memicu keterlambatan ramalan detektor bencana. Sehingga wajar saja yang fakta yang terjadi di lapangan: bencana banyak merusak bermacam-macam fasilitas umum dan tentunya merenggut banyak nyawa, seperti yang terjadi saat ini. Namun, kita masih belum terlambat memperbaiki apa yang terjadi dengan berupa melakukan penanganan-penanganan pasca-bencana, melakukan evaluasi lebih kritis dan efektif terhadap semua sektor dibidang ketanggapan bencana alam sehingga resiko timbulnya korban dan rusaknya fasilitas umum dapat diminimalisir.
Kita mengetahui tentang bencana ini, bahwasanya bencana ini menghantam daerah mentawai sumatera barat. Kita patut berbela sungkawa atas kejadian ini. Banyak yang terenggut nyawa karena tsunami ini. Bahkan hingga mengundang pendapat Marzukie Ali, ketua umum DPR dari fraksi partai demokrat. Namun yang agak disayangkan adalah perkataannya mengenai kesiapsiagaan nya atas daerah yang akan terjadi bencana.
Layaknya lagu dangdut, Percuma saja berlayar, kalau kau takut gelombang, percuma saja bercinta, kalau kau takut sengsara. Merupakan kata-kata yang menohok, namun ada benarnya. Disamping karena kita memang benar apa yang dikatakan Marzukie Ali mengenai pernyataannya, tetapi agak pahit juga rasanya. Namun kita perlu menelusuri juga faktor-faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya bencana itu sendiri, berikut mekanisme kerja atau persiapan menghadapi bencana, dalam kasus ini Mentawai, apabila ingin mengkaitkan pernyataan Marzuki Alie
Banyak faktor yang terjadi apabila kita ingin mengkaitkan seperti kesalahan manusia yang mungkin. Naifnya persiapan menuju bencana. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya seismograf yang terpasang di BMG seharusnya bisa mencatat dan meramal adanya bencana, gempa maupun pergeseran lempeng. Tetapi fakta yang terjadi, berhubungan dengan persiapan pra-bencana (yakni sebelum bencana terjadi) seringkali tidak konsisten dalam mencatat terjadinya berita. Ini bisa disebabkan kekurangsigapan alatnya itu sendiri dan juga maupun faktor SDM Indonesia itu sendiri. Agaknya itu perlu dijadikan cermin bagi para seismographer dalam menganalisis terjadinya bencana di seluruh Indonesia, termasuk di mentawai itu sendiri.
Kita juga bersyukur ketika kita mendengar berita bahwasanya Mentawai diberikan dana khusus 2.6 T untuk kepentingan pembangunan Mentawai dari Dinas maupun Bupati Sumatera Barat. Walaupun begitu, kita juga perlu melihat kinerja dari pemerintah, jangan sampai terjadi uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan kemanusiaan harus digunakan untuk nepotisme korporat tertentu. Merupakan tugas dari Presiden dan Menteri. Bila perlu, wakil KPK maupun ICW perlu diterjunkan untuk mengawasi jalannya uang tersebut baik itu secara structural maupun secara fungsional.
Namun bila kita runut jauh sebelum permasalahan keterlambatan bencana mentawai yang disinyalir terlambat hingga 10 jam itu, kita perlu mengulas masalah dana anggaran cadangan yang dianggarkan oleh pemerintah kepada suatu instansi, termasuk kepada badan penyelenggara pemngumuman seismograf tadi (BSNP) . Kalau kita urut, sumber dari metro tv menyebutkan bahwasanya dana dari BSNP ini hanya 222 milyar yang dianggarkan, jauh dari anggaran yang di hibahkan kepada DPR senilai 1.2 T. Agaknya patut dipertanyakan mengenai masalah rendahnya jatah keuangan yang masuk untuk BSNP itu sendiri.
Selain itu kita perlu berfikir dua kali mengenai adanya jatah yang sangat kontras antara DPR dengan BSNP sendiri mengenai anggaran yang dianggarkan. Mengapa? Karena kita melihat anggaran itu, merupakan cerminan dari hasil kinerja dan seberapa 'panjang' tangan-tangan yang bisa terjangkau maupun seberapa canggih kah teknologi yang digunakan.
Selain itu, perlu di buatnya sebaran yang merata SAR untuk setiap daerah dimaksudkan membuat terjadinya antisipasi bencana lebih responsive. Kecuali apabila ada bencana tertentu yang merenggut banyak nyawa, perlu dipusatkan SAR yang lebih banyak pada daerah itu. Sehingga hasil yang digunakan dalam menyelidiki, mengevakuasi, tanggap bencana lebih sigap untuk dihadapi. Namun, adakalanya pihak SAR sendiri juga kurang konsisten terhadap semua korban yang ada. Ini terlihat dari faktor manusia dan faktor bahaya yang terjadi dari sisi penyelamatan korban itu sendiri.
Apabila kita melihat dari sisi PMI itu sendiri, yang diketuai oleh mantan wapres Jusuf Kalla, agaknya mulai terlihat gerak-gerik dan kemajuan PMI Indonesia itu sendiri. Apabila kita menggunakan PMI sebagai kuda troya dalam bidak catur, agaknya peran ini sangat penting sekali mengingat perannya dalam persiapan pasca-bencana sangat aktif dibutuhkan, mulai bekerja sama dengan tim SAR, menyiapkan pakaian yang tidak terpakai, hingga revitalisasi rumah penduduk pasca-bencana.
Namun kita juga jangan melupakan banyaknya alat detektor tsunami yang merupakan sumbangan dari jepang, dikuliti oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab hingga tidak berfungsi sampai sekarang. Diperlukan pihak sigap dari aparat keamanan laut untuk mendeteksi adanya pencurian besi yang dijual ke pihak-pihak tertentu dengan nilai jual ratusan hingga milyaran rupiah itu. Karena pencurian maupun pengrusakan barang seperti itu, bisa mengurangi atau bahkan menggagalkan upaya antisipatif pra-bencana yang digembar-gemborkan pemerintah.
Berkaitan dengan kata-kata Marzuki Alie mengenai siap tidaknya para penduduk daerah kepulauan, sebenarnya ada benarnya juga bila kita menurut lapangan, tentang fakta yang terjadi saat ini. Mungkin bisa terlihat dari kekurangsigapan dari pra-bencana itu sendiri, dalam artian mungkin memang fasilitas di Indonesia yang menengarai bencana ini kurang maksimal hingga akhirnya berbuntut dari kurangsigapan hingga memicu keterlambatan ramalan detektor bencana. Sehingga wajar saja yang fakta yang terjadi di lapangan: bencana banyak merusak bermacam-macam fasilitas umum dan tentunya merenggut banyak nyawa, seperti yang terjadi saat ini. Namun, kita masih belum terlambat memperbaiki apa yang terjadi dengan berupa melakukan penanganan-penanganan pasca-bencana, melakukan evaluasi lebih kritis dan efektif terhadap semua sektor dibidang ketanggapan bencana alam sehingga resiko timbulnya korban dan rusaknya fasilitas umum dapat diminimalisir.
Post a Comment
Pembaca yang budiman, Selamat datang di Blog nya Cemol, Saya hanyalah seonggok daging yang diberi kekuatan untuk menulis bait-per-bait, kata-per-kata. Seorang Pembelajar sejati di bidang medis. Suka baca buku kedokteran, motivasi. Saya orang keturunan jawa merauke yang lahir besar di kabupaten Mappi, kota tercinta 1000 rawaBlog ini berisi motivasi dan opini. Dengan ada kritikan, maka diharap ada feedback sehingga suatu regulasi bisa tertata lebih apik. Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment