Melihat berita di salah satu televisi swasta, seakan membuat kita terhenyak dikala seorang mantan pejabat pajak, Gayus Tambunan harus kita saksikan para penegak hukum seakan-akan gigit jari akan apa yang terjadi. Banyak khalayak yang menuding bahwasanay kasus gayus ini bukanlah kaskus biasa, layaknya benang kusut yang ketika terurai, maka benang tadi simpulnya akan menuju ke mana-mana, benang yang sudah tertata itu pun apabila harus membuat benang nya menjadi selesai digulung, harus di perhatikan secara jeli satu per satu.
Disini kita melihat semacam ada kesalahan ataupun ada beberapa kelompok yang terkait, seperti yang diutarakan IPW (Indonesian Police Watch) yakni aparat penegak hukum (mulai dari jaksa, hingga jajaran pangkat tinggi semacam letnan dan jenderal), pejabat bidang perpajakan, dan perusahaan-perusahaan tertentu yang terikat kontrak dengan Gayus.
Mengurai benang kusut di pihak aparat penegak hukum sendiri juga tidak mudah, jajaran jaksa mulai dari Sitohang dan Manurung, jendral semacam Edmon Elyas. Belum lagi ada pihak tertentu semacam Roberto Antonio yang disinyalir juga terkait penegak hukum sendiri, namun ternyata kasusnya sampai sekarang masih belum jelas keadaannya.
Pejabat Bidang perpajakan, diantaranya Gayus serta pejabat diatas Gayus juga patut dipermasalahkan. Sempat ada bukti persekongkolan antara aparat penegak hukum dan Gayus sedemikian hingga Gayus hingga saat ini masih tanda Tanya bagaimana caranya supaya bisa berpelesir di Bali ketika Gayus sendiri masih berstatus tersangka yang mendekam di Rutan.
Selain itu pula yang terikat adalah pihak-pihak pengusaha / perusahaan semacam PT Excelkomindo, PT Bumi Restu Resources. Salah satu dari pemilik saham perusahaan itu, Alif dan adiknya ternyata terlibat dengan Gayus, yang mana Alif sendiri tidak lain juga mempunyai saham besutan Bakrie yang disebut-sebut juga ikut akan transaksi pada rekening bertrilyunan yang diindikasi merugikan negara bermilyar-milyar rupiah.
Menganalogikan Sistem Homeostatis Tubuh
Ada beberapa cara yang musti perlu diusut cukup dengan kita melihat core, center permasalahan dari kasus Gayus ini. Karena melibatkan beberapa ahli hukum sendiri, dalam artian permasalahan ternyata terletak di dalam tubuh penegak hukum itu sendiri, Agak susah memang apabila suatu bagian tubuh dari suatu sistem apabila suatu sistem itu bisa menerapkan konsep homeostatis, itu tidak akan terjadi masalah. Seperti layaknya tubuh manusia, apabila terkena semacam penyakit ringan seperti kena debu, sistem homeostatis akan membuat sistem organ tubuh faring, laring, dan hidung berperan dalam pengeluaran debu itu sendiri. Bagaimanapun terjadi kerusakan ringan dalam faring ataupun laring maupun hidung, dalam kisaran disini tidak terjadi kerusakan fatal, sistem homeostatis ini dapat bersatu menumpas debu tadi.
Permasalahannya bagaimana yang terjadi nantinya bila kerusakannya pada sistem faal sendiri, bukan dari luar? Segala sesuatu itu tidak mungkin berasal dari diri sendiri kalau kita runut penyakit apapun itu. Apapun yang terjadi pasti ada pemicunya. Lihat saja makhluk adam yang dulunya di dalam Al quran maupun kitab suci lain disebutkan nabi adam tidak mempunyai penyakit fisik apapun, pun pula Hawa. Namun, karena faktor X tertentu menyebabkan terjadinya penyakit yang terindikasi berasal dari “dalam” tubuh itu sendiri. Bagaimanapun juga penerapannya dalam sistem homeostatis hidung, faring dan laring ini apabila salah satu terkena penyakit yang sifat nya berasal dari “dalam”, apabila tubuh bisa mengkompensasi kerusakan, itupun tidak masalah, ada konsep nekrosis dan apoptosis, yakni perusakan sel itu sendiri, merupakan bentuk kompensasi tubuh terhadap alasan dari “dalam”. Namun, apabila alasan dari dalam itu semakin parah sebut saja faktor X nya berupa kanker yang mengganas, hingga mengundang sel-sel lain ikut berubah menyatu menjadi sel tumor yang mana menyebabkan inkompensatorik tubuh,maka yang terjadi, sistem tubuh itu sendiri bisa hancur dari dalam. Oleh karena itu munculah beberapa metode pengobatan yang bisa menghancurkan sel tumor itu sendiri, atau bahkan malah memicu keganasan itu. Jadi solusipun untuk tubuh apabila timbul masalah kronik ini masih dalam tahapan mencoba dalam dunia kesehatan.
Bagaimana penerapannya dalam kasus Gayus yang sudah mendarah daging hingga menumbuk menuju faktor X yang bersifat “dalam” yang berupa kemungkinan para orang-orang yang dibelakang Gayus disinyalir berupa orang-orang dalam yang penting dan bisa disupa tiap saat? Tentunya apabila hidung, faring dan laring sudah di serbu (sudah dalam keadaan fatal, bahkan hingga Jaksa Hukumnya ada kemungkinan di suap) ada kemungkinan apabila tubuh mengkompensasi diri (mungkin berupa reaksi dari polisi itu sendiri akan anti-suap yang bisa saja sudah tidak terlaksana) sudah gagal, ada kemungkinan seharusnya sudah saat nya faktor eksternal disini sudah mulai berperan, yakni berupa pemberian antibiotik atau metode penyembuhan lain, itupun jaminan suksesnya belum tentu berhasil apabila dilaksanakan. Layaknyakanker yang ada dalam stadium sistem tubuh sudah tingkat akut dan kronis, pemberian metode itu tadi malah bisa menimbulkan keganasan / efek samping lain. Tetapi, mengapa tidak dicoba?
Salah satu cara yang penting bisa digunakan yakni dengan dibantu pihak ke tiga semacam KPK. Usaha ini mungkin bisa dikatakan sangat efektif untuk mengatasi benang kusut ini mengingat menurut kompas.com, sudah ada UU yang pantas untuk membuat KPK ikut mengurai benang kusut ini, ataupun seperti dikatakan rekan dosen UNAIR bahwasanya perlu dilakukan impor hakim dari Belanda untuk mengatasi ini. Namun pertanyaan yang mungkin, beranikah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil langkah tegas seperti ini?
sumber gambar:sripoku.com
Disini kita melihat semacam ada kesalahan ataupun ada beberapa kelompok yang terkait, seperti yang diutarakan IPW (Indonesian Police Watch) yakni aparat penegak hukum (mulai dari jaksa, hingga jajaran pangkat tinggi semacam letnan dan jenderal), pejabat bidang perpajakan, dan perusahaan-perusahaan tertentu yang terikat kontrak dengan Gayus.
Mengurai benang kusut di pihak aparat penegak hukum sendiri juga tidak mudah, jajaran jaksa mulai dari Sitohang dan Manurung, jendral semacam Edmon Elyas. Belum lagi ada pihak tertentu semacam Roberto Antonio yang disinyalir juga terkait penegak hukum sendiri, namun ternyata kasusnya sampai sekarang masih belum jelas keadaannya.
Pejabat Bidang perpajakan, diantaranya Gayus serta pejabat diatas Gayus juga patut dipermasalahkan. Sempat ada bukti persekongkolan antara aparat penegak hukum dan Gayus sedemikian hingga Gayus hingga saat ini masih tanda Tanya bagaimana caranya supaya bisa berpelesir di Bali ketika Gayus sendiri masih berstatus tersangka yang mendekam di Rutan.
Selain itu pula yang terikat adalah pihak-pihak pengusaha / perusahaan semacam PT Excelkomindo, PT Bumi Restu Resources. Salah satu dari pemilik saham perusahaan itu, Alif dan adiknya ternyata terlibat dengan Gayus, yang mana Alif sendiri tidak lain juga mempunyai saham besutan Bakrie yang disebut-sebut juga ikut akan transaksi pada rekening bertrilyunan yang diindikasi merugikan negara bermilyar-milyar rupiah.
Menganalogikan Sistem Homeostatis Tubuh
Ada beberapa cara yang musti perlu diusut cukup dengan kita melihat core, center permasalahan dari kasus Gayus ini. Karena melibatkan beberapa ahli hukum sendiri, dalam artian permasalahan ternyata terletak di dalam tubuh penegak hukum itu sendiri, Agak susah memang apabila suatu bagian tubuh dari suatu sistem apabila suatu sistem itu bisa menerapkan konsep homeostatis, itu tidak akan terjadi masalah. Seperti layaknya tubuh manusia, apabila terkena semacam penyakit ringan seperti kena debu, sistem homeostatis akan membuat sistem organ tubuh faring, laring, dan hidung berperan dalam pengeluaran debu itu sendiri. Bagaimanapun terjadi kerusakan ringan dalam faring ataupun laring maupun hidung, dalam kisaran disini tidak terjadi kerusakan fatal, sistem homeostatis ini dapat bersatu menumpas debu tadi.
Permasalahannya bagaimana yang terjadi nantinya bila kerusakannya pada sistem faal sendiri, bukan dari luar? Segala sesuatu itu tidak mungkin berasal dari diri sendiri kalau kita runut penyakit apapun itu. Apapun yang terjadi pasti ada pemicunya. Lihat saja makhluk adam yang dulunya di dalam Al quran maupun kitab suci lain disebutkan nabi adam tidak mempunyai penyakit fisik apapun, pun pula Hawa. Namun, karena faktor X tertentu menyebabkan terjadinya penyakit yang terindikasi berasal dari “dalam” tubuh itu sendiri. Bagaimanapun juga penerapannya dalam sistem homeostatis hidung, faring dan laring ini apabila salah satu terkena penyakit yang sifat nya berasal dari “dalam”, apabila tubuh bisa mengkompensasi kerusakan, itupun tidak masalah, ada konsep nekrosis dan apoptosis, yakni perusakan sel itu sendiri, merupakan bentuk kompensasi tubuh terhadap alasan dari “dalam”. Namun, apabila alasan dari dalam itu semakin parah sebut saja faktor X nya berupa kanker yang mengganas, hingga mengundang sel-sel lain ikut berubah menyatu menjadi sel tumor yang mana menyebabkan inkompensatorik tubuh,maka yang terjadi, sistem tubuh itu sendiri bisa hancur dari dalam. Oleh karena itu munculah beberapa metode pengobatan yang bisa menghancurkan sel tumor itu sendiri, atau bahkan malah memicu keganasan itu. Jadi solusipun untuk tubuh apabila timbul masalah kronik ini masih dalam tahapan mencoba dalam dunia kesehatan.
Bagaimana penerapannya dalam kasus Gayus yang sudah mendarah daging hingga menumbuk menuju faktor X yang bersifat “dalam” yang berupa kemungkinan para orang-orang yang dibelakang Gayus disinyalir berupa orang-orang dalam yang penting dan bisa disupa tiap saat? Tentunya apabila hidung, faring dan laring sudah di serbu (sudah dalam keadaan fatal, bahkan hingga Jaksa Hukumnya ada kemungkinan di suap) ada kemungkinan apabila tubuh mengkompensasi diri (mungkin berupa reaksi dari polisi itu sendiri akan anti-suap yang bisa saja sudah tidak terlaksana) sudah gagal, ada kemungkinan seharusnya sudah saat nya faktor eksternal disini sudah mulai berperan, yakni berupa pemberian antibiotik atau metode penyembuhan lain, itupun jaminan suksesnya belum tentu berhasil apabila dilaksanakan. Layaknyakanker yang ada dalam stadium sistem tubuh sudah tingkat akut dan kronis, pemberian metode itu tadi malah bisa menimbulkan keganasan / efek samping lain. Tetapi, mengapa tidak dicoba?
Salah satu cara yang penting bisa digunakan yakni dengan dibantu pihak ke tiga semacam KPK. Usaha ini mungkin bisa dikatakan sangat efektif untuk mengatasi benang kusut ini mengingat menurut kompas.com, sudah ada UU yang pantas untuk membuat KPK ikut mengurai benang kusut ini, ataupun seperti dikatakan rekan dosen UNAIR bahwasanya perlu dilakukan impor hakim dari Belanda untuk mengatasi ini. Namun pertanyaan yang mungkin, beranikah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil langkah tegas seperti ini?
sumber gambar:sripoku.com
1 komentar:
Post a Comment